Kudapati malaikat memanggul matahari di sayapnya, menuju persinggahan hatimu yang gelap terikat penantian
Seperti pendar yg berhenti mengucurkan sepi dari buku jemari.
Pada kebencian banyak anak manusia, kurindukan benih kepedulian yang mungkin tumbuh suatu ketika
Di setiap air mata yang ku larung, selalu kutemui remah daun kering anak musim yang tak lelah mengusapnya
Air mata menggandakan bebannya, kuat menghantam siluet diri sendiri, yang tak sengaja membuatmu tiada
Pagi terisak, kehilangan senyum milikmu yang kini hening di balik pusara
Ketika aku mencintaimu, pendar api berhenti menari.
Aku ingin pergi dari penantian meski aku khawatir baru menunggumu terlalu sebentar.
Burung gereja dan burung manyar;keduanya menertawakan kita yang begitu malu, untuk merindu.
Masih perlukah cinta bertengkar seperti dua puluh dua api yang menari di ujung musim hujan.
Kita masih bisa merayakan cinta, di pusaramu. Aku bawa serta kupu-kupu seperti yang sudah-sudah.
No comments:
Post a Comment