REMAH DAUN KERING ANAK MUSIM
Secerah tawa merpati bisu yang menari di atas bunga Geranium ketika senja baru bersandar. Begitu senyummu barusan.
Setiap detik ketika kita melupakan Tuhan, maka ia menjadi menit-menit yang terjumlahkan. Hingga semua mnjadi semakin jauh dari Nya.
Pena kecil...merindu mereka yang mungkin tak begitu sering memasukkan dirinya ke dalam daftar orang yg patut dibahagiakan.
Ada kata-kata yang baru saja tidak kukatakan. Semoga kau dengar lirihnya di mataku
Kau tak perlu menghulukannya di mata mutiaramu. Kebun jiwamu hanya akan mengering karena pekat cintanya tak pernah usai untukku
Airmatamu adalah titik nadir yg merubah padang jiwa emosiku menjadi telaga bening.
Menjauhiku dengan segala cintaku adalah sia-sia. Seperti menghalangi cahaya tanpa dapat menghilangkan mataharinya.
Merindukan yang tidak seharusnya dirindukan adalah cobaan. Seperti cinta merah senyala senja yang harus meredup saat terbenam
Untuk setiap pertemuan yg menerbitkan senyum, aku ingin mengingatnya lama-lama. Sebab perpisahan, selalu mampu mencurinya tiba-tiba.
Apa kau bisa memastikan bahwa hujan sepagi ini, bukan air matamu yang sesap kemudian perlahan, atas ketidakmampuanmu mengembunkan hatinya?
Juni adalah memoar luka. Sayangnya aku tak pernah bisa membawanya..mundur ke beberapa detik sebelum semua berakhir.
saya merindukan setiap kedekatan kita, yang tidak pernah terjalin.
Entah apa lagi yang bisa kusampaikan. Jika semua kata telah kau curi maknanya. Lalu kau larung begitu saja pada air mata rindu.
Mencintaimu adalah hakku. Sedang mencintaiku bukanlah keharusan.Harapan? Dia hanya hal yg lahir bersamaan ketika aku menjatuhkan pilihan.
Suatu waktu, mungkin aku yang akan meminta langit sore agar hujan. Tidak perlu si suasana hati. Yang seringkali begitu labil.
Jika setiap rasa takjubku pada seseorang malah menjauhkanku dari pemilikku. Maka itu buruk.
Tersenyum adalah cara terbaik menghilangkan efek pujian yang tak pernah pasti apa maksudnya.
Tuhan, ruang cinta yang belum sempurna kuurai.
Jangan biarkan aku bergantung. Dan jangan biarkan mata ini menangis, Rabb, pemilikku. (18 july 2011, 02.31 dini hari)
Terlalu banyak pertanyaan, dan terlalu sedikit jawaban.
Sebab tanganku hanya sanggup menulis puisi. Aku kuncup yang kehilangan kemampuan untuk bersemi.
Apa yang mereka lakukan seperti berusaha menghilangkan terang cahaya yang menyilaukan mereka tetapi sebenarnya mereka tidak menghilangkan mataharinya
Mengalahkan rasa untuk tak saling sapa. Bahkan aku lupa, dimana kujatuhi cinta. Yang terakhir ku tahu, aku luka.
Yang selalu dikumandangkan melalui sunyi, adalah cinta ibu dan ayah. Betapa bintang. . . . :) .
Kita tidak saling menoleh. Baik hatiku, atau hatimu. Kita pun tidak bisa bertemu, karena Tuhan bilang tidak (sepertinya)..
Satu kejadian, entah memiliki kekuatan apa, ia mengeluarkan dirinya, menjelma jutaan makna baru. Telaga kering mendekap mereka .
Malam tadi, ku jentikkan rindu berurai melalui sajak-sajak bodoh yang kupikir akan melontarkan diriku kepada hatimu.
Selalu. Aku memenjarakan rindu sendirian, tanpa kamu.
Sendiri, aku tak dapat seimbang.
Pada seribu senja, dan jutaan butir pasir, ada satu remah cinta lama yang tak ingin dicari.
Kamu mungkin tidak sadar bahwa pelangi dari dulu putih sebelum ia lihat senyum milikmu tadi pagi :)).
Masihkah kau ingin memisahkan kupu-kupu dari warnanya, saat ada yg tak henti menyulamkan warna baru dan membebat lukamu?
Nyinyir dan bertikai atas rindu. Mencoba berbohong sekali lagi agar hatiku tak jatuh. Cukup terakhir kali ia tersengal.
Kata-kata. Tangis atau tawa semua berhulu dari itu.
Rindu adalah saat hati merasa tersayat padahal tidak ada yg berdarah.
Aku ingin pergi dari penantian, Momo.Tapi jika begitu, aku khawatir kita tidak bertemu, karena aku menunggu terlalu sebentar. Atau malah menunggu terlalu lama.
Momo, kita punya segudang impian dan beberapa hambatan. Aku tahu kamu tahu bahwa aku sudah tahu tentang itu.
Aku merinduimu dalam-dalam, di balik sajak doa dengan hamparan sajadah yang telah basah di sepertiga malam.
Aku ingin sanggup menahan sakit seperti apapun selama dapat duduk di atas kenangan tentang kita.
Senyum kebahagiaan kalian adalah teror paling primitif di setiap tidur pendekku yang justru menajam saat aku pejam.
Jangan coba kau bebat luka yang kau buat. Waktu saja menyerah mengobatinya. Lukaku telah begitu nyata.
Suatu hari, kau akan menangisinya yang terlambat kau cintai, seperti hujan di senja bulan Desember
Kau menolak? Setahuku dalam kisah jatuh cinta diam-diam ini,aku menaklukanmu. Karanganku tidak pernah begini sempurna.