Kamis, 9 Mei 2013 pukul 16.45 WIB
saya, Azzahra telah resmi menjadi seorang pendamping hidup bagi Yogi Permana.
Di usia yang sama-sama menginjak
24 tahun, rasanya bagi sebagian orang kami masih terlalu muda untuk menjalankan
ibadah setengah agama ini. Jangankan
orang lain, saya pun sempat berpikir mengenai kesiapan dalam menikah (bukan
persiapan menikah). Kekhawatiran tentang mampu atau tidak menjadi pendamping
hidup yang baik seperti kriteria istri-istri Rasulullah SAW, sanggup berbagi
pengertian dan mengalahkan ego, misalnya.
Mengenai itu, saya meramu jawaban
dan memberikannya kepada hati sendiri. Bahwa ketika jodoh telah diberikan
Tuhan, cara apapun untuk menunda tetap hati tidak akan tenang. Cara apapun
untuk mempercepat, jika menurut Tuhan kita belum siap atau bukan jodoh, maka
ada jalan lain untuk tidak menjadikannya.
Lagipula, bukankah kehidupan ini
seperti sekolah yang tidak pernah tamat? Misal hari ini saya merasa siap dan
layak mejadi istri karena telah memasak dan mengurus suami, di kemudian hari
bisa saja saya mudah terpancing emosinya karena hal kecil yang artinya
mengindikasikan saya belum bisa mengalahkan ego dan belum siap menikah?
Jawabannya tentu bukan mundur atau menyesal tapi belajar lagi. Ya seperti
sekolah yang tidak pernah tamat.
Dengan proses perkenalan yang
tidak sebentar (10 tahun), dan banyaknya kebaikan yang saya lihat sebagai tolak
ukur seorang imam, keyakinan untuk menjalani kehidupan selanjutnya bersama
seorang partner bernama Yogi, hadir secara perlahan dan tidak berlebihan. Tidak
berlebihan dalam artian, saya masih terus menyisakan hati untuk memahami bahwa
Yogi adalah manusia yang sama seperti saya, yang mungkin suatu hari akan dengan
tidak sengaja menyakiti. Sehingga ketika
hal itu terjadi, keyakinan saya tidak ikut tersakiti.
Tapi bicara mengenai sakit hati,
sejauh saya kenal, Yogi tidak pernah berbicara kasar. Bacaan shalat dan setelah
shalatnya lengkap. Selalu ingin membantu dan sering mengalah. Ketika sedang
dalam perjalanan selalu minta berhenti untuk sholat. Selalu khawatir jika aurat
saya terlihat orang lain. Sayang dengan mama, ayah, adik-kakak, dsb. Terhitung
sejak 9 Mei (1 minggu sejak menikah), sikap-sikap dia sebagai imam Alhamdulillah
menyenangkan hati :’).
“iyalah 1 minggu masih
manis-manisnya”. Hehe saya ngga membantah, tapi doakan saja ya selalu begitu. Walau
kalau dipikir-pikir, kata “selalu begitu” kedengarannya aneh. Seperti tidak ada waktu
yang berjalan. Seperti permen yang tidak pernah dinikmati. Tidak habis-habis.
Padahal setiap hal pasti ada masanya ya :’)
(Oke seriusnya udah) Sekarang mau
post foto-foto seru saat dan pasca menikah. Sekali lagi, mohon doa dari semua
untuk kebaikan pernikahan kami. Semoga Sakinah, Mawaddah, Warrahmah. Penuh
kebaikan dan hal membaikkan. Berkah dan ditinggikan derajatnya. Sama-sama
menjadi pendamping hidup penyenang hati dan orang tua bagi anak-anak yang
shaleh/shalehah penyenang hati juga. Aaamin Ya Rabb.
PS : Terima kasih untuk semua teman,
rekan kerja, sahabat, saudara, keluarga kesayangan terutama mama, kakak, adik-adik
(Ilmi yang sampai saat ini masih kuliah di Kairo dan tidak dapat menghadiri 2
pernikahan kakak-kakaknya), dan keluarga baru Yogi yang sudah hadir di
kehidupan kami dengan peran-peran yang baik. Terima kasih kado-kadonya.
Perhatiannya. Dukungan, dan doa baik yang terucap atau yang hanya di dalam hati.
Doa yang sama untuk kalian.
Je vous aime!
Azzahra.
Tumis Pare dan sambal kesukaan bapak Yogi :p